Selasa, 15 Januari 2013

Dibuang Sayang (2)


1. DAYA TARIK SEBUAH KOTA. Jika kita berkunjung kesebuah kota biasanya yang merupakan kesan utama adalah kenyamanan dan keindahan disepanjang jalan yang kita lalui. Kesan tersebut biasa dibawa sebagai oleh-oleh manakala telah kembali kedaerah asal kita. Demikian halnya Kota Pontianak yang telah mendapat julukan Kota Khatulistiwa, masih terkesan jalannya kurang rapi, terutama Jl. Ahmad Yani yang masih semrawut dengan bertabur baligo/papan reklame laiknya pagar sepanjang jalan yang dilalui. Seharusnya Pemkot membuat perda tentang ini dengan membatasi jumlah dan letak atau jaraknya.
Menurut pendapat kami, jarak reklame minimal 50m dan jumlahnya tak lebih dari 3 buah tiap unit reklame.
Janganlah terlalu mengharapkan pajak reklame dengan melalikan keindahan kota kita ini.

2. SPBU PERLU PENGAWASAN. Maraknya penyelewengan BBM bersubsidi yang dilakukan orang yang ingin meraih uang dengan mudah, akhir-akhir ini nampaknya sulit diatasi. Dalam hal ini pihak Pertamina tak boleh tinggal diam kalau tak mau dituding ada oknumnya yang bekerja sama dalam pendistribusian.
Sebagai contoh mengapa BBM bersubsidi sering habis dibeberapa SPBU  baik di Pontianak maupun di daerah-daerah. Tidaklah penjatahannya telah diatur sedemikian baiknya untukmenjaga jangan sampai terjadi kekosongan disemua SPBU?
Tapi persoalannya memang sulit diatasi karena mungkin sudah mengguritak antara pengawas dan yang diawasi, cuma yang tau pencatat KEBAIKAN dan KEBURUKAN.

3. MEMBANGUN BANDARA HARUS BERSINERGI SEMUA PIHAK. Seorang Pejabat Daerah mengatakan bahwa pembangunan Bandara Supadio adalah tanggung jawab PT. Angkasa Pura II dan bandara itu biasanya lebih berhasil jika dikelola oleh Pemda setempat dengan menyontohkan Bandara Kendari di SulTeng (Pontianak Post, 15 Oktober 2012).
Pertanyaannya, Bandar Udara mana yang pengelolanya diluar pengawasan dan tidak ditangani oleh Direktorat Perhubungan Udara yang operasionalnya dilaksanakansuatu Badan yang di tunjuk oleh Menteri?

4. MEMBANGUN DI BIDANG PERHUBUNGAN. Kalau diamati perkembangan di bidang perhubungan didaerah Kalbar ini terlihat pertumbuhannya kurang maksimal dan terkesan tidak mampu berpacu dengan pertumbuhan ekonomi dan bidang lainnya yang begitu pesat. Ada dua sektor dibidang perhubungan ini yang sering dibicarakan orang, yakni Bandar Udara dan Pelabuhan Laut yang berkapasitas internasional.
Tuntutan masyarakat bukan bersifat semu, tapi sudah merupakan fakta dan realita yang sering terjadi.
Lihat saja tergelincirnya 3 buah pesawat berturut-turut dilapangan Supadio akibat runway yang belum memenuhi standar. Kemudian investor asing yang bergerak dibidang pertambangan mengeluhkan tentang sarana pelabuhan untuk mengapalkan hasil produksinya.
Bagaimana Pemda?

5. BANDARA SINGKAWANG. Rencana Pemkot Singkawang untuk mewujudkan Bandar Udara perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk Pemerintah Provinsi Kalbar sebagai koordinator daerah.
Betapa tidak, andaikan rencana itu terlaksana tentu dapat memberi dampak yang cukup signifikan karena dalam mengelola daerah yang luas ini perlu dipertimbangkan kemudahan dan efisiensi waktu.
Perjalanan yang biasa ditempuh berhari-hari antar kabupaten nantinya akan bisa ditempuh hanya dalam beberapa jam saja. Belum lagi kalau ditinjau dari segi pariwisata yang cukup menjanjikan di Kota Amoy ini.

6. RUMAH SAKIT INTERNASIONAL. Himbauan Menteri Kesehatan, Nafsiah, agar Pemda dapat memikirkan untuk mendirikan Rumah Sakit bertaraf Internasional, perlu mendapat apresiasi dari pemerintah daerah. Menkes secara lugas dan gamblang mengutarakan jalan pemikirannya untuk memperoleh dana yang memang tidak sedikit. Beliau berpendapat bahwa biaya yang cukup besar itu dapat diperoleh dengan bekerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta. Pendapat kami, tentu dapat juga dengan pihak asing sepanjang tidak melanggar peraturan. Sepengetahuan kami, di RS. Serukam dulu ada dokter asingnya yang tak bisa berbahasa Indonesia namun ia sangat piawai menangani pasien.

7. PILAR NKRI. Dalam rangka menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sebaiknya jangan lagi ditiru cara Orde Lama maupun Orde Baru dengan mengadakan indoktrinasi atau Penataran, yang mana telah menghamburkan uang negara begitu banyak namun sampai saat ini tidak dirasakan manfaatnya. Ada baiknya kalau semua tokoh agama diberikan insentif untuk membina umatnya masing-masing sehingga Pilar NKRI tetap terjaga dan berdiri kokoh.

8. APARAT KEAMANAN KURANG SIAGA. Kalau kita perhatikan sepak terjang salah satu SPBU di kota ini (baca:Pontianak Post 13 November 2012) sebenarnya hal seperti itu petugas keamanan harus tanggap melihat situasi. Perlu secepatnya terjun kelapangan mengatur dan mencegahperbuatan orang yang suka menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Untung tak terjadi keributan atau perkelahian. Kalau sempat terjadi siapa yang mau disalahkan?

9. PONTIANAK SEBAGAI KOTA MODE DAN MODEL. Kita baru saja memperingati hari jadi ke 241 Kota Pontianak pada 23 Oktober yang lalu. Kalau kita amati laju pertumbuhan kota ini dari kacamata warganya, kita boleh berbangga. Dalam deretan ibukota propinsi di tanah air ini, Pontianak sudah cukup dikenal termasuk masyarakat negara tetangga atau manca negara. Saat ini pembangunan diberbagai bidang cukup signifikan antara lain bertambahnya hotel, sarana sosial seperti rumah sakit, tempat ibadah, jalan-jalan, pasar tradisional dsb. Dibalik itu sangat disayangkan masih ada segelintir warga yang tidak mau atau kurang berpartisipasi dalam memberikan andilnya. Malah terkesan bersebrangan dengan niat baik Pemerintah Daerah ini. Sebagai warga kota ini mari kita wujudkan cita-cita mantan Gubernur Kalbar Oevang Oeray yang ingin menjadikan Pontianak sebagai Kota Mode dan Model.

10. BAHASA MELAYU PONTIANAK. Saya amat mendukung anjuran Bapak Sutarmidji Walikota Pontianak, yang menghimbau penduduk kota ini jangan malu menggunakan bahasa daerah Melayu Pontianak. Bahkan di forum pertemuan terbatas, masih layak digunakan bahasa ini. Agaknya memang perlu diapresiasi himbauan tersebut dalam usaha melestarikannya kembali seperti yang pernah diajarkan tempo dulu di Sekolah Rakyat (SD) yang mencantumkan mata pelajaran tentang tulisan melayu.
Saya rasa kita bukan bermaksud menkotak-kotakkan daerah, namun lebih hanya melestarikannya saja.
Hal ini dapat dilihat di Jawa Barat, Jawa Tengah atau Sulawesi Selatan dimana anak didik pemula diajarkan bahasa dan tulisan daerahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar