Keraton Sambas
Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas terletak di sebuah kota kecil yang sekarang dikenal dengan nama Sambas. Untuk mencapai kota ini dapat ditempuh dengan kendaraan darat dari kota Pontianak ke arah baratlaut sejauh 175 km, melalui kota Mempawah, Singkawang, Pemangkat, dan Sambas.
Lokasi bekas pusat pemerintahan terletak di tepi kota Sambas. Di daerah pertemuan sungai Sambas, Sambas Kecil, dan Teberau, pada sebuah tempat yang oleh penduduk disebut Muare Ullakan (Desa Dalam Kaum) berdiri keraton Kesultanan Sambas.
Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas terletak di daerah pertemuan sungai pada bidang tanah yang berukuran sekitar 16.781 meter persegi membujur arah barat-timur.
Pada bidang tanah ini terdapat beberapa buah bangunan, yaitu dermaga tempat perahu/kapal sultan bersandar, dua buah gerbang, dua buah paseban, kantor tempat sultan bekerja, bangunan inti keraton (balairung), dapur, dan masjid sultan.
Bangunan keraton menghadap ke arah barat ke arah sungai Sambas. Ke arah utara dari dermaga terdapat Sungau Sambas Kecil, dan ke arah selatan terdapat Sungai Teberau. Di sekeliling tanah keraton merupakan daerah rawa-rawa dan mengelompok di beberapa tempat terdapat makam keluarga sultan.
Bangunan keraton yang lama dibangun oleh Sultan Bima pada tahun 1632 (sekarang telah dihancurkan), sedangkan keraton yang masih berdiri sekarang dibangun pada tahun 1933. Sebagai sebuah keraton di tepian sungai, di mana sarana transportasinya perahu/ kapal, tentunya di tepian sungai dibangun dermaga tempat perahu/kapal sultan bersandar. Dermaga yang terletak di depan keraton dikenal dengan nama jembatan Seteher. Jembatan ini menjorok ke tengah sungai. Dari dermaga ini ada jalan yang menuju keraton dan melewati gerbang masuk.
Gerbang masuk yang menuju halaman keraton dibuat bertingkat dua dengan denahnya berbentuk segi delapan dan luasnya 76 meter persegi. Bagian bawah digunakan untuk tempat penjaga dan tempat beristirahat bagi rakyat yang hendak menghadap sultan, dan bagian atas digunakan untuk tempat mengatur penjagaan.
Selain itu, bagian atas pada saat-saat tertentu digunakan sebagai tempat untuk menabuh gamelan agar rakyat seluruh kota dapat mendengar kalau ada keramaian di keraton.
Setelah melalui pintu gerbang yang bersegi delapan, di tengah halaman keraton dapat dilihat tiang bendera yang disangga oleh empat batang tiang. Tiang bendera ini melambangkan sultan, dan tiang penyangganya melambangkan empat pembantu sultan yang disebut wazir. Di bagian bawah tiang bendera terdapat dua pucuk meriam, dan salah satu di antaranya bernama Si Gantar Alam.
Sebelum memasuki keraton, dari halaman yang ada tiang benderanya, kita harus melalui lagi sebuah gerbang. Gerbang masuk ini juga terdiri dari dua lantai, tetapi bentuk denahnya empat persegi panjang. Lantai bawah tempat para penjaga yang bertugas selama 24 jam, sedangkan lantai atas dipakai untuk keluarga sultan beristirahat sambil menyaksikan aktivitas kehidupan rakyatnya sehari-hari.
Setelah melalui gerbang kedua dan pagar halaman inti, sampailah pada bangunan keraton.
Di dalam kompleks keraton terdapat tiga buah bangunan. Di sebelah kiri bangunan utama terdapat bangunan yang berukuran 5 x 26 meter. Pada masa lampau bangunan ini berfungsi sebagai dapur dan tempat para juru masak keraton. Di sebelah kanan bangunan utama terdapat bangunan lain yang ukurannya sama seperti bangunan dapur. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat Sultan dan pembantunya bekerja. Dari bangunan tempat Sultan bekerja dan bangunan utama keraton dihubungkan dengan koridor beratap dengan ukuran panjang 5,90 meter dan lebar 1,50 meter.
Di bagian dalam bangunan tempat Sultan dan pembantunya bekerja, tersimpan beberapa benda pusaka kesultanan, di antaranya singgasana kesultanan, pedang pelantikan Sultan, gong, tombak, payung kuning yang merupakan lambang kesultanan, dan meriam lele. Meriam lele yang jumlahnya tujuh buah hingga sekarang masih dianggap barang keramat dan sering diziarahi penduduk. Masing-masing meriam yang berukuran kecil ini mempunyai nama, yaitu Raden Mas, Raden Samber, Ratu Kilat, Ratu Pajajaran, Ratu Putri, Raden Pajang, dan Panglima Guntur.
Bangunan utama keraton berukuran 11,50 x 22,60 meter. Terdiri atas tujuh ruangan, yaitu balairung terletak di bagian depan, kamar tidur sultan, kamar tidur istri sultan, kamar tidur anak-anak sultan, ruang keluarga, ruang makan, dan ruang khusus menjahit. Di bagian atas ambang pintu yang menghubungkan balairung dan ruang keluarga, terdapat lambang Kesultanan Sambas dengan tulisan “Sultan van Sambas” dan angkatahun 15 Juli 1933. Angka tahun ini merupakan tanggal peresmian bangunan keraton.
Di bagian dalam bangunan ini, pada kamar tidur Sultan tersimpan barang-barang khazanah Kesultanan Sambas, di antaranya tempat peraduan sultan, pakaian kebesaran, payung kesultanan, pedang, getar, puan, dan meja tulis Sultan. Pada bagian dinding terpampang gambar-gambar keluarga Sultan yang pernah memerintah Sambas.
Komp. Keraton Sambas
Masjid Jami Keraton Sambas
Masjid Jami Keraton Sambas ini awalnya merupakan rumah sultan yang kemudian dijadikan musala. Dibangun oleh Sultan Umar Aqomuddin yang memerintah Negeri Sambas pada tahun 1702-1727 Masehi,kemudian masjid kecil itu direnovasi oleh putranya, Sultan Muhammad Saifuddin dan dikembangkan menjadi masjid jami dan diresmikan pada tanggal 10 Oktober 1885 M. Masjid ini tercatat sebagai masjid tertua di Kalimantan Barat.
Jumlah tiang tengah bagaian dalam Mesjid Jami' berjumlah delapan batang yang bermakna pendirinya adalah Sultan ke-8 atau Sultan ke-14 garis Kesultanan Kerajaan Sambas. Semua dari bangunan ini juga terbuat dari kayu belian.
Masjid Jami' Keraton Sambas